3/23/2017

Review Buku Belajar Bijak Dari Sam !

Sejak diawal bulan maret kemarin, ada beberapa buku yang sudah saya rampungkan sampai dengan malam ini. Diantaranya ada My Sister Keepers karya Jodi Picoult, ada Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono, ada Tidak Ada New York Hari ini karya Aan Mansyur dan terakhir buku motivasi Belajar Bijak Dari Sam karya Daniel Gottlieb, Phd. Diantara buku-buku bulan maret saya, yang paling berkesan dihati saya adalah buku Belajar Bijak Dari Sam. Entah mungkin karena saya baru saja memutuskan resign dari pekerjaan jadi mungkin saya sedang membutuhkan banyak motivasi untuk melanjutkan hidup saya dan dibuku ini, saya menemukan bahwa saya telah menjadi orang yang paling buruntung. Atas dasar apa saya mengatakan demikian? Sementara dari pandangan orang-orang normal, kondisi dimana kita menjadi seseorang yang tidak memiliki pekerjaan sama sekali tidak berpenghasilan sama sekali adalah lebih sering dipandang sebelah mata, sehingga mau tak mau keadaan ini menjadi momok buat kepercayaan diri kita untuk ikut bergabung di dalam perkumpulan keluarga atau teman-teman yang tentunya sudha memiliki penghasilan sendiri. Tapi buku ini memberi tahu saya bahwa saya adalah orang yang paling bahagia.

Belajar Bijak Dari Sam merupakan karangan dari seorang kakek dari cucu yang memiliki keterbelakangan mental. Sam adalah anak yang special. Dia terlahir berbeda dari teman-temannya. Dan Daniel menemukan keunikan tersendiri dari dalam diri Sam yang membuatnya banyak belajar tentang kehidupan dari anak kecil tersebut. Setelah mengalami kecelakaan dan membuat kakinya lumpuh, Daniel semakin menyadari pentingnya kesabaran, penerimaan, rasa syukur dan harapan. Hal itulah yang ingin diajarkannya pada cucunya Sam. Tapi dalam prosesnya, Daniel menyadari bahwa justru dia lah yang mendapatkan pelajaran tentang nilai-nilai universal tersebut dari Sam.

Sam mengajarkan Daniel dan saya tentang berkata jujur. Ada satu bagian di dalam buku, di bab pertama yang menceritakan tentang kejujuran Sam. Karena keterbatasan mentalnya, Sam merasa orang-orang yang memecah konsentrasinya sebagai pengganggu yang akan sulit dimaafkannya. Suatu ketika, saat Sam yang senang menggambar meminta ibunya mengambilkan warna turquoise dari krayon-krayonnya tapi saat dia hendak menggoreskan krayon yang diambilkan ibunya, mendadak tangannya membeku karena ternyata krayon yang diambilkan ibunya adalah krayon yang berwarna biru muda. Saat itu Sam langsung menuduh ibunya tidak berkonsentrasi. Dan saat ibunya bertanya apakah dia mau memaafkannya? Sam menjawab, “Sedikit.” Melalui hal sepele ini, Sam mengajarkan kita arti konsisten. Dia tidak suka, maka dia akan mengatakannya dengan gamblang. Dan ketika orang yang mengganggunya meminta maaf sata dia masih belum bisa melupakannya, maka dia akan mengatakan dengan jujur bahwa dia baru sedikit memaafkannya.

Dibab lain, tentang kisah Sam yang paling melekat dikepala saya adalah tentang percakapannya dengan kakeknya si Daniel Gottlieb. Saat itu Daniel melemparkan pertanyaan kepada Sam mengenai perbedaan Sam dengan yang lain.
“sam, apakah kau merasa sama seperti anak-anak lain? Atau berbeda?”
Lalu saat itu, Sam berfikir sejenak sebelum dia menjawab. “berbeda.”
Daniel kembali bertanya, “menurutmu apa yang membuatmu berbeda dari anak-anak lain?”
Sam kembali menjawab, “aku lebih baik hati.”
Saat itu, Daniel menguraikan tentang jawaban Sam. Dia kembali mengingat-ingat kebersamaannya bersama Sam, dan dia setuju untuk jawaban Sam yang satu itu. Daniel ingat, ketika dia bermain basket bersama Sam. Sam melempar bola sementara Daniel berusaha menangkapnya. Kadang Daniel menangkapnya tapi kadang bolanya lolos dari tangannya. Tapi entah dia menangkap bolanya atau tidak, Sam akan selalu memujinya. “tangkapan yang hebat”  atau “usaha yang bagus.” Ya Sam memang benar, dia berbeda karena dia lebih baik dari anak-anak yang lain. Sam mengajarkan untuk selalu menghargai apapun usah ayang sudah dilakukan orang lain.

Selain kisah tentang Sam, kisah tentang Daniel si kakek juga mengajarkan banyak hal untuk saya. Tentang keikhlasannya merelakan kakinya akibat kecelakaan yang dialaminya. Atau tentang dia yang merelakan pekerjaannya sebagai seorang penulis kolom. Tentang makna bahagia menurut seorang Daniel yang saya setujui. Mungkin karena saya mengalami nasib yang sama dengannya.
Disalah satu bab, Daniel bercerita tentang betapa dilemanya dia saat memutuskan akan melepaskan pekerjaannya sebagai seorang penulis kolom. Tentunya akan banyak pertimbangan-pertimbangan ketika kita akan melepaskan sesuatu yang telah begitu melekat dengan diri kita. Dan tentu saja ada beberapa pertanyaan yang ikut-ikutan mencuat dikepala kita. Apakah tindakan kita sudah benar? apakah kita bodoh dengan meninggalkan pekerjaan yang sudah melekat dengan kita? yang sudah membuat kita jauh lebih baik. Apakah kita akan menjadi lebih baik setelah ini? Lalu, Daniel menyadari satu hal, bahwa setelah dia melepaskan apa yang telah melekat dengannya, sesuatu yang tak terduga akan mengisi tempatnya. Dia menyadari bahwa dia akan semakin mempnyai banyak kesempatan dalam hidupnya.  Memiliki waktu lebih banyak bersama orang-orang tircinta, mengamati musim berganti, menghirup aroma rumput, mendengarkan suara lautan dan tentu saja suara cucunya. Daniel menyadarkan saya bahwa bahagia bukan melulu melalui materi. Bahagia adalah waktu. Bahagia adalah kesempatan.  
 Ada satu kalimat yang sangat saya sukai dari Daniel Gottlieb,
“kualitas hidup kitabukanlah tentang apa yang kita punya atau apa yang sudah kita raih; itu adalah tentang apa yang telah kita ikhlaskan.”



Bahwa tentang hidup, kita tidak perlu takut akan masa depan. Semua sudah ada yang mengatur. Kita hanya perlu menjalani, menikmati dan tentu saja terus berusaha.
Rasa-rasanya ada banyak hal yang ingin saya share disini tentang buku ini, tapi setelah saya pikir-pikir lagi, mungkin kalian lebih baik membelinya dan membaca seluruh isinya.

Tidak ada komentar: